Rumah
Tangga dan Rumah Tinggal Indis
Pada awal kedatangan Belanda di Jawa rumah tempat
tinggal orang Eropa di dalm Kastil Batavia mempunyai susunan tersendiri yang
secara umum mirip dengan yang terdapat di negeri asalnya. Sementara itu,
perumahan yang berada di luar Kota Kastil Batavia yang disebut dengan
pesanggrahan atau landhuizen dibangun dengan lingkungan nalam Timur, yaitu
Pulau Jawa. Adapun hasilnya adalah suatu bentuk campuran, yaitu tipe rumah
Belanda dengan rumah Pribumi Jawa.
Pada
Masa Abad Ke-18
Sebagai hasil akhir berdirilah rumah-rumah bangunan
gaya Indis dalam abad ke-18 sampai dengan runtuhnya pemerintahan kolonial
Belanda di bawah pemerintahan balatentara Jepang pada 1942.
Bangunan landhuizen
semula dugunakan oleh orang-orang Belanda sebagai tempat tinggal di luar
kota yang kemudian juga didirikan di wilayah baru Batavia (nieuve buurten). Corak bangunan rumah tinggal yang demikian ini
mirip dengan rumah para pedagang kaya di kota lama Baarn atau Hilversum,
Belanda.
Rumah-rumah Batavia kuno di dalam diding kota lambat
laun juga berbeda dengan rumah-rumah Indis yang berkembang di pedalaman Pulau
Jawa. Orang Belanda sangat menguasai dan
mencintai karya-karya pertukangan hingga detail-detailnya. Rumah-rumah kuno di
daerah Kalibesar Barat, misalnya, dikerjakan oleh tangan para pengrajin Batavia
dengan sangat halus da serasi.
Pendirian sebuah bangunan dengan model bangunan
rumah Belanda awalnya sangat terkait dengan ciri-ciri nasionalis Belanda. Hal
ini dikarenakan merkea membawa seni Belanda, kemudian secara perlahan
terpengaruh oleh alam dan masyarakat sekeliling yang sangat asing bagi mereka.
Serta melihat dari corak bangunan-bangunan yang dibuat oleh Portugis yang
datang lebih awal. Mereka memahami perlunya memperhatikan kesehatan dengan menyesuaikan
diri terhadap alam Pulau Jawa. Misalnya, untuk melindungi diri dari panas,
dibuat dinding-dinding tembok yang tebal dari batu alam atau batu bara. Untuk
menangkal udara basah atau lembab, dibuat tempat tinggal bertingkat tinggi di
atas permukaan tanah. Selain itu juga dibuat pula semacam ubin untuk
lantai-lantai bangunan gudang atau tempat tinggal para budak.
Pada
Masa Abad Ke-19
Bangsa Inggris yang datang pada abad ke-19 ketika
menguasai Batavia, juga mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh Belanda.
Pada tahun 1730-an, sepertiga bagian
dari daun pintu sebuah bangunan rumah mewah dipahat dengan a’jour relief yang indah. Lubang kunci atau engsel-engselnya diukir
sangat halus, seperti tampak pada rumah-rumah tempat tinggal orang Arab.
Panel-panel daun pintu dipahat begitu halus. Terdapat ragam hias berupa
sulur-sulur tumbuhan berselang-seling dan berbeda-beda. Hal ini dapat digunakan
untuk petunjuk bahwa rumah itu adalah milik orang kaya. Bentuk jendela ditutup rotan yang dianyam. Cara ini semula diperoleh
dari bangsa Portugis dengan meniru karya orang Pribumi. Orang-orang Portugis
juga meniru kebiasaan di Hindia Belanda yaitu menggunakan kulit binatang
bertotok (berkulit keras) seperti kura-kura, tiram, dan keong. Hiasan ini
dibuat dengan cara digosok, sepereti cara membuat kaca buram sebagai pengganti
kaca bening yang sanagat mahal.
Pada tahun 1750 di Batavia terjadi perubahan tren.
Mereka mulai menggunakan jendela-jendela yang megah, yaitu jendela yang lebar
dan tinggi yang keseluruhannya terdiri atas petak-petak gelas. Ciri yang menonjol dari rumah-rumah Belanda
di Batavia yang selanjutnya diteruskan oleh anak cucunya ialah telundak (stoep) yang lebar di depan rumah. Telundak yang luas tersebut bukan
sekedar bagian dari sebuah bangunan rumah tetapi juga mempunyai arti dan
kegunaan khusus, yaitu untuk hubungan antartetangga yang pada masa itu
mempunyai arti sosial penting.
Kelengakapan
Rumah Tinggal
Dari peninggalan-peninggalan catatan kuno, Boedel Beschivingen, ruang tengah yang
terletak di belakang ruang depan disebut voorhuis.
Pada dinding-dinding ruang ini digantungkan lukisan-lukisan sebagai hiasan,
disamping piring-piring hias dan jambangan porselen. Di ruang ini terdapat juga
sebuah kerkstoel, yaitu sebuah kursi
untuk kebaktian khususnya untuk nyonya rumah. Setiap minggu kursi ini dibawa ke
gereja oleh budak-budak perempuan, bersama dengan kotak sirih, payung, kitab Injil,
dsb. Pada dinding ruangan juga tergantung perabotan lain seperti senjata.
Setiap penghuni harus menyediakan senjata untuk menjaga keamanan. Di dalam bataviasche statuten 1642, bahwa pegawai
VOC dan para pekerja di wajibkan menyandang senjata.
Di dalam zaal di letakan pelengkapan rumah. Hiasan
utama pada zaal ini adalah tangga. Tangga ini bukan wentelwltrap (tangga naik melingkar) tetapi bordestrap (tangga lurus langsung ke atas) dengan baluster. Baluster di ukir halus dan
mewah, kadang-kadang terdapat hiasan balusterkop sebagai stalactit di atas
tangga dalam zaal.
Pada masa kompeni dan pemerintahan Hindia Belanda,
zaal mendapatkan perhatian yang istimewa. Hiasan ukir sangat berharga dan mewah
pada tangga serta pintu dan jendela yang digunakan sebagai petunjuk tentang
kedudukan si empunya rumah dalam susunan masyarakat kolonial. Kemewahan hiasan
pada tangga untuk di pamerkan kepada para tamu-tamu yang berkunjung. Pada pembangunan rumah-rumah berukuran besar
dalam masa kemudian. Orang mulai tidak terlalu memperhatikan aspek pamer
keindahan, karena pamer keindahan beralih pada hiasan-hiasan pintu dan jendela.
Luasnya permukaan atap rumah yang berlebihan
kadang-kadang lebih tinggi dan luas daripada ukuran luas bangunan rumah. Hal
tersebut bertujuan membuat rumah menjasi teduh. Pada rumah yang berukuran besar
terdapat bangunan-bangunan samping yang di gunakan untuk gudang, tempat
menyimpan kayu bakar, tandon air minum, beras, minyak, dsb. Biasanya bangunan
samping rumah bertingkat, ruang tingkat atas yang biasanya di gunakan untuk
tempat tinggal para budak. Para budak tinggal di atas bangunan rumah samping.
Mereka yang tinggal di sini kesehatannya tidak terurus dengan baik dan jarang dijaga kebersihannya.
Rioolering atau saluran pembangunan limbah juga
sulit diadakan. Rumah-rumah warga berukuran kecil hanya memiliki sebuah
gemackstoel ( kakus/wc) yang tempat tinjanya dapat di angkat dan di pukul untuk
di buang di sungai setiap malam hari. Lantai atas bangunan rumah samping tidak
cukup untuk tempat tinggal para budak yang banyak. Pada abad ke-18 ruang-ruang
atas pada rumah induk mulai di gunakan sebagai ruang tidur keluarga. Kekurangan
ruang untuk tinggal para budak sangat meresahkan di Batavia.
Kehidupan
Keluarga Sehari-hari di dalam Rumah
Kebiasaan umum yang dilakukan bangsa Pribumi Jawa
pada pagi hari adalah pergi ke kali. Hal demikian sangat biasa termasuk para
perempuannya. Kebiasaan seperti ini yang membuatbjamban terletak di luar rumah.
Dari dulu keluarga keturunan Belanda membuat tempat
untuk mandi (badhuisje) di tepi
sungai.
Daur
Hidup dan Gaya Hidup Mewah
Daur hidup atau life cycle adalah suatu rangkaian
dalam perkembangan kehidupan seseorang untuk kembali ke status aslinya dari
satu tingkat ke tingkat berikutnya. Kemewahan gaya hidup masyarakat Indis
berhubungan dengan daur hidup masyarakatnya yang dilakukan melalui upacara daur
kehidupan, yakni meliputi upacara kelahiran, pernikahan, dan kematian.
1.
Upacara
Kelahiran
Sebelum melahirkan,
keluarga Indis yang mampu sudah menyiapkan baju kanak-kanak, ranjang untuk
bayi, kelengkapan persalinan dan ruang tidur. Dan setelah kelahiran bayi,
dilakukan pemberian nama dan upacara pembaptisan di gereja.
2.
Upacara
Pernikahan
Pernikahan memerlukan
biaya lebih besar dibandingkan upacara kelahiran. Kemewahan upacara perkawinan
ditentukan oleh kekayaan, tingkat jabatan, serta keberuntungan kedua calon
pengantin, dan orangtua pengantin. Prosesi pernikahan antara lain :
a. Sebelum
akad, calon pengantin laki-laki menggantungkan mahkota kecil di depan pintu
rumah atau kantornya
b. Kedua
calon mempelai memilih teman untuk menjadi kroonjonker
dan kroonmeisje sebagai pembawa
mahkota
c. Sebelum
akad nikah, kedua calon mempelai mengadakan resepsi yang dihadiri teman
dekatnya, stroojonker dan stroomeisje
bertugas menabur bunga pada hari pernikahan
d. Malam
sebelum hari perkawinan, mahkota dari pihak laki-laki dibawa ke rumah pengantin
perempuan diiringi music khusus pernikahan
e. Pagi
hari, mahkota ini diletakkan di depan pintu rumah pengantin perempuan yang
sudah dihias
f. Sebelum
perkawinan dimulai, kedua mempelai menuju preekstoel
yang dihampari permadani, jongkok berlutut menghadap pendeta
g. Seusai
pemberkatan perkawinan selesai, kroonjonker
menyerahkan mahkota kecil yang bertaburan batu mulia kepada kroomeisje kemudian menyuntingkan erat
diatas konde perempuan
h. Sekembali
di gereja, di depan rumah pengantin perempuan, antroojonker dan stroomeisje
menaburkan bunga dan wewangian dengan tempat yang terbuat dari logan ukir yang
indah
i.
Upacara diakhiri dengn dansa dan
makan-minun
Seusai upacara perkawinan, pengantin
perempuan tidak berpergian untuk beberapa hari, kemudian keluar rumah hanya
menuju gereja dan setelah itu menjalankan aktivitas seperti biasa.
3.
Upacara
Kematian
Upacara
kematian diselenggarakan dengan mewah dan menelan biaya sangat besar. Pada masa
kejayaan VOC dan pemerintahan Hindia Belanda, upacar yang berhubungan dengan
kematian seorang pejabat tinggi merupakan ajang pamer kemewahan, kebesaran, dan
kemegahan. Hal-hal yang diperhatikan dalam upacara kematian adalah :
a. Menyiapkan
peti mati, merias jenazah kemudian dibaringkan memakai pakaian yang bagus
beserta semua tanda kebesarannya
b. Seluruh
rumah, khususnya ruang depan dan pintu depan beserta perabot rumah tangga
ditutupi kan laken warna hitam
c. Para
perempuan mengenakan baju warna hitam dan membawa kipas duka, sedangkan para
sais, tukang ikul peti mati, dan para budak memakai pakaian duka cita
d. Menyebarluaskan
surat kematian ke semua pihak, yang ditandai dengan hiasan pinggir warna hitam
dan dicetak mewah, diedarkan oleh pejabat keagamaan
e. Pejabat
keagamaan bertugas mendoakan, memberitahu tetangga, membantu membawa jenazah ke
ruang depan, membuat surat duka dengan teliti.
f. Bidder
menyusun urutan tokoh yang akan mengikuti iring-iringan pengantar jenazah ke
pemakaman
g. Setelah
dimakamkan dan seusai sampai dirumah duka, diadakan makan bersama untuk
keluarga yang meninggal, terutama untuk pemikul jenazah dan sanak saudara
h. Memberi
kenang-kenangan sebagai tanda kasih
i.
Batu nisan untuk penghormatan bagi yang
meninggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar