Kamis, 23 Mei 2013

GAYA HIDUP MASYARAKAT INDIS



      Rumah Tangga dan Rumah Tinggal Indis
Pada awal kedatangan Belanda di Jawa rumah tempat tinggal orang Eropa di dalm Kastil Batavia mempunyai susunan tersendiri yang secara umum mirip dengan yang terdapat di negeri asalnya. Sementara itu, perumahan yang berada di luar Kota Kastil Batavia yang disebut dengan pesanggrahan atau landhuizen dibangun dengan lingkungan nalam Timur, yaitu Pulau Jawa. Adapun hasilnya adalah suatu bentuk campuran, yaitu tipe rumah Belanda dengan rumah Pribumi Jawa.
Pada Masa Abad Ke-18
Sebagai hasil akhir berdirilah rumah-rumah bangunan gaya Indis dalam abad ke-18 sampai dengan runtuhnya pemerintahan kolonial Belanda di bawah pemerintahan balatentara Jepang pada 1942.
Bangunan landhuizen  semula dugunakan oleh orang-orang Belanda sebagai tempat tinggal di luar kota yang kemudian juga didirikan di wilayah baru Batavia (nieuve buurten). Corak bangunan rumah tinggal yang demikian ini mirip dengan rumah para pedagang kaya di kota lama Baarn atau Hilversum, Belanda.
Rumah-rumah Batavia kuno di dalam diding kota lambat laun juga berbeda dengan rumah-rumah Indis yang berkembang di pedalaman Pulau Jawa. Orang  Belanda sangat menguasai dan mencintai karya-karya pertukangan hingga detail-detailnya. Rumah-rumah kuno di daerah Kalibesar Barat, misalnya, dikerjakan oleh tangan para pengrajin Batavia dengan sangat halus da serasi.
Pendirian sebuah bangunan dengan model bangunan rumah Belanda awalnya sangat terkait dengan ciri-ciri nasionalis Belanda. Hal ini dikarenakan merkea membawa seni Belanda, kemudian secara perlahan terpengaruh oleh alam dan masyarakat sekeliling yang sangat asing bagi mereka. Serta melihat dari corak bangunan-bangunan yang dibuat oleh Portugis yang datang lebih awal. Mereka memahami perlunya memperhatikan kesehatan dengan menyesuaikan diri terhadap alam Pulau Jawa. Misalnya, untuk melindungi diri dari panas, dibuat dinding-dinding tembok yang tebal dari batu alam atau batu bara. Untuk menangkal udara basah atau lembab, dibuat tempat tinggal bertingkat tinggi di atas permukaan tanah. Selain itu juga dibuat pula semacam ubin untuk lantai-lantai bangunan gudang atau tempat tinggal para budak.
Pada Masa Abad Ke-19
Bangsa Inggris yang datang pada abad ke-19 ketika menguasai Batavia, juga mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh Belanda. Pada  tahun 1730-an, sepertiga bagian dari daun pintu sebuah bangunan rumah mewah dipahat dengan a’jour relief yang indah. Lubang kunci atau engsel-engselnya diukir sangat halus, seperti tampak pada rumah-rumah tempat tinggal orang Arab. Panel-panel daun pintu dipahat begitu halus. Terdapat ragam hias berupa sulur-sulur tumbuhan berselang-seling dan berbeda-beda. Hal ini dapat digunakan untuk petunjuk bahwa rumah itu adalah milik orang kaya. Bentuk jendela ditutup rotan yang dianyam. Cara ini semula diperoleh dari bangsa Portugis dengan meniru karya orang Pribumi. Orang-orang Portugis juga meniru kebiasaan di Hindia Belanda yaitu menggunakan kulit binatang bertotok (berkulit keras) seperti kura-kura, tiram, dan keong. Hiasan ini dibuat dengan cara digosok, sepereti cara membuat kaca buram sebagai pengganti kaca bening yang sanagat mahal.
Pada tahun 1750 di Batavia terjadi perubahan tren. Mereka mulai menggunakan jendela-jendela yang megah, yaitu jendela yang lebar dan tinggi yang keseluruhannya terdiri atas petak-petak gelas.  Ciri yang menonjol dari rumah-rumah Belanda di Batavia yang selanjutnya diteruskan oleh anak cucunya ialah telundak (stoep) yang lebar di depan rumah. Telundak yang luas tersebut bukan sekedar bagian dari sebuah bangunan rumah tetapi juga mempunyai arti dan kegunaan khusus, yaitu untuk hubungan antartetangga yang pada masa itu mempunyai arti sosial penting.


    Kelengakapan Rumah Tinggal
Dari peninggalan-peninggalan catatan kuno, Boedel Beschivingen, ruang tengah yang terletak di belakang ruang depan disebut voorhuis. Pada dinding-dinding ruang ini digantungkan lukisan-lukisan sebagai hiasan, disamping piring-piring hias dan jambangan porselen. Di ruang ini terdapat juga sebuah kerkstoel, yaitu sebuah kursi untuk kebaktian khususnya untuk nyonya rumah. Setiap minggu kursi ini dibawa ke gereja oleh budak-budak perempuan, bersama dengan kotak sirih, payung, kitab Injil, dsb. Pada dinding ruangan juga tergantung perabotan lain seperti senjata. Setiap penghuni harus menyediakan senjata untuk menjaga keamanan. Di dalam bataviasche statuten 1642, bahwa pegawai VOC dan para pekerja di wajibkan menyandang senjata.
Di dalam zaal di letakan pelengkapan rumah. Hiasan utama pada zaal ini adalah tangga. Tangga ini bukan wentelwltrap (tangga naik melingkar) tetapi bordestrap (tangga lurus langsung ke atas) dengan baluster. Baluster di ukir halus dan mewah, kadang-kadang terdapat hiasan balusterkop sebagai stalactit di atas tangga dalam zaal.
Pada masa kompeni dan pemerintahan Hindia Belanda, zaal mendapatkan perhatian yang istimewa. Hiasan ukir sangat berharga dan mewah pada tangga serta pintu dan jendela yang digunakan sebagai petunjuk tentang kedudukan si empunya rumah dalam susunan masyarakat kolonial. Kemewahan hiasan pada tangga untuk di pamerkan kepada para tamu-tamu yang berkunjung.  Pada pembangunan rumah-rumah berukuran besar dalam masa kemudian. Orang mulai tidak terlalu memperhatikan aspek pamer keindahan, karena pamer keindahan beralih pada hiasan-hiasan pintu dan jendela.
Luasnya permukaan atap rumah yang berlebihan kadang-kadang lebih tinggi dan luas daripada ukuran luas bangunan rumah. Hal tersebut bertujuan membuat rumah menjasi teduh. Pada rumah yang berukuran besar terdapat bangunan-bangunan samping yang di gunakan untuk gudang, tempat menyimpan kayu bakar, tandon air minum, beras, minyak, dsb. Biasanya bangunan samping rumah bertingkat, ruang tingkat atas yang biasanya di gunakan untuk tempat tinggal para budak. Para budak tinggal di atas bangunan rumah samping. Mereka yang tinggal di sini kesehatannya tidak terurus  dengan baik dan jarang dijaga kebersihannya.
Rioolering atau saluran pembangunan limbah juga sulit diadakan. Rumah-rumah warga berukuran kecil hanya memiliki sebuah gemackstoel ( kakus/wc) yang tempat tinjanya dapat di angkat dan di pukul untuk di buang di sungai setiap malam hari. Lantai atas bangunan rumah samping tidak cukup untuk tempat tinggal para budak yang banyak. Pada abad ke-18 ruang-ruang atas pada rumah induk mulai di gunakan sebagai ruang tidur keluarga. Kekurangan ruang untuk tinggal para budak sangat meresahkan di Batavia.
      
      Kehidupan Keluarga Sehari-hari di dalam Rumah
Kebiasaan umum yang dilakukan bangsa Pribumi Jawa pada pagi hari adalah pergi ke kali. Hal demikian sangat biasa termasuk para perempuannya. Kebiasaan seperti ini yang membuatbjamban terletak di luar rumah.
Dari dulu keluarga keturunan Belanda membuat tempat untuk mandi (badhuisje) di tepi sungai.        
 
     Daur Hidup dan Gaya Hidup Mewah
Daur hidup atau life cycle adalah suatu rangkaian dalam perkembangan kehidupan seseorang untuk kembali ke status aslinya dari satu tingkat ke tingkat berikutnya. Kemewahan gaya hidup masyarakat Indis berhubungan dengan daur hidup masyarakatnya yang dilakukan melalui upacara daur kehidupan, yakni meliputi upacara kelahiran, pernikahan, dan kematian.
1.      Upacara Kelahiran
Sebelum melahirkan, keluarga Indis yang mampu sudah menyiapkan baju kanak-kanak, ranjang untuk bayi, kelengkapan persalinan dan ruang tidur. Dan setelah kelahiran bayi, dilakukan pemberian nama dan upacara pembaptisan di gereja.
2.      Upacara Pernikahan
Pernikahan memerlukan biaya lebih besar dibandingkan upacara kelahiran. Kemewahan upacara perkawinan ditentukan oleh kekayaan, tingkat jabatan, serta keberuntungan kedua calon pengantin, dan orangtua pengantin. Prosesi pernikahan antara lain :
a.       Sebelum akad, calon pengantin laki-laki menggantungkan mahkota kecil di depan pintu rumah atau kantornya
b.      Kedua calon mempelai memilih teman untuk menjadi kroonjonker dan kroonmeisje sebagai pembawa mahkota
c.       Sebelum akad nikah, kedua calon mempelai mengadakan resepsi yang dihadiri teman dekatnya, stroojonker dan stroomeisje bertugas menabur bunga pada hari pernikahan
d.      Malam sebelum hari perkawinan, mahkota dari pihak laki-laki dibawa ke rumah pengantin perempuan diiringi music khusus pernikahan
e.       Pagi hari, mahkota ini diletakkan di depan pintu rumah pengantin perempuan yang sudah dihias
f.       Sebelum perkawinan dimulai, kedua mempelai menuju preekstoel yang dihampari permadani, jongkok berlutut menghadap pendeta
g.      Seusai pemberkatan perkawinan selesai, kroonjonker menyerahkan mahkota kecil yang bertaburan batu mulia kepada kroomeisje kemudian menyuntingkan erat diatas konde perempuan
h.      Sekembali di gereja, di depan rumah pengantin perempuan, antroojonker dan stroomeisje menaburkan bunga dan wewangian dengan tempat yang terbuat dari logan ukir yang indah
i.        Upacara diakhiri dengn dansa dan makan-minun
Seusai upacara perkawinan, pengantin perempuan tidak berpergian untuk beberapa hari, kemudian keluar rumah hanya menuju gereja dan setelah itu menjalankan aktivitas seperti biasa.
3.      Upacara Kematian
Upacara kematian diselenggarakan dengan mewah dan menelan biaya sangat besar. Pada masa kejayaan VOC dan pemerintahan Hindia Belanda, upacar yang berhubungan dengan kematian seorang pejabat tinggi merupakan ajang pamer kemewahan, kebesaran, dan kemegahan. Hal-hal yang diperhatikan dalam upacara kematian adalah :
a.       Menyiapkan peti mati, merias jenazah kemudian dibaringkan memakai pakaian yang bagus beserta semua tanda kebesarannya
b.      Seluruh rumah, khususnya ruang depan dan pintu depan beserta perabot rumah tangga ditutupi kan laken warna hitam
c.       Para perempuan mengenakan baju warna hitam dan membawa kipas duka, sedangkan para sais, tukang ikul peti mati, dan para budak memakai pakaian duka cita
d.      Menyebarluaskan surat kematian ke semua pihak, yang ditandai dengan hiasan pinggir warna hitam dan dicetak mewah, diedarkan oleh pejabat keagamaan
e.       Pejabat keagamaan bertugas mendoakan, memberitahu tetangga, membantu membawa jenazah ke ruang depan, membuat surat duka dengan teliti.
f.       Bidder menyusun urutan tokoh yang akan mengikuti iring-iringan pengantar jenazah ke pemakaman
g.      Setelah dimakamkan dan seusai sampai dirumah duka, diadakan makan bersama untuk keluarga yang meninggal, terutama untuk pemikul jenazah dan sanak saudara
h.      Memberi kenang-kenangan sebagai tanda kasih
i.        Batu nisan untuk penghormatan bagi yang meninggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar